Untuk postingan saat ini, masih tentang : Politik
serta kekuasaan ajaran Machiavelli, baiklah akan saya lanjutkan dari postingan sebelumnya. Dilihat dari besarnya kekuasaan, ada dua tipe
penguasa. Pertama, penguasa yang bertindak sebagai penguasa tunggal dan kedua,
penguasa yang kekuasaannya berbagi dengan para bangsawan. Wewenang penguasa
tunggal sangat besar dan bersifat mutlak. Ia mempunyai kekuasaan untuk memilih
dan memecat para menteri pimpinan angkatan bersenjata dan seluruh bawahannya,
tanpa ada yang berarti mengganggu gugat. Ia berhak menunjuk bawahannya
memerintah sebuah daerah namun sepenuhnya mereka tetap tunduk pada
kekuasaannya. Penguasa tipe kedua senantiasa harus bersaing dengan pengaruh para
bangsawan yang mendapat gelarnya dari tradisi turun-temurun. Para bangsawan
tersebut umumnya mempunyai wilayah kekuasaan dan rakyatnya sendiri, walaupun
tunduk pada penguasa pusat, wewenang mereka tidak bisa dicabut begitu saja.
Negara yang dipimpin oleh penguasa tunggal akan sulit ditaklukan. Namun bila
berhasil menaklukan akan mudah mempertahankannya. Sebaliknya, merebut negara
yang dipimpin oleh penguasa yang mempunyai banyak bangsawan bawahan tidaklah
sulit. Yang sulit adalah mempertahankannya, sebab akan terus menerus menghadapi
pemberontakan.
Alexander Agung
(356-323), Raja Macedonia, harus bersusah payah menundukkan Kerajaan Persia
dalam usahanya menguasai Asis. Selama 10 tahun lebih, tanpa
mengenal lelah, Alexander menyerbu benteng bangsa Persia. Baru pada sekitar 334
SM, Kerajaan Persia dapat dikalahkannya. Ketika itu Kerajaan Persia dipimpin
oleh Darius, yang naik tahta pada 336 SM. Darius adalah tipe penguasa tunggal. Takheran
bila Alexander harus bersusah payah merebut Persia, dan harus menghancurkannya
sama sekali untuk menguasainya. Setelah memperoleh kemenangan, dan Darius wafat,
Alexander dapat memerintah daerah tersebut dengan aman. Para pewaris Alexander
juga tidak menemui kesulitan besar memerintah daerah itu. Ancaman terbesar bagi
para pewaris kerajaan justru datang, bila mereka tidak dapat meredam ambisi dan
saling bersaing sendiri. Sebaliknya dengan di Prancis. Kekuasaan para bangsawan
di sana sangat besar dan telah berlangsung lama. Mereka seringkali memberontak
dan menggulingkan para penguasa di sana.
Alexander The Great
Merebut Kekuasaan
Ada beberapa cara
yang bisa ditempuh orang untuk menjadi penguasa yaitu karena nasib
mujur, mengandalkan kemampuan (senjata) sendiri, lewat jalur konstitusi
(Pemilu), dan menggunakan cara licik dan kejam. Dari semua itu, cara manakah
yang terbaik ?. Para pemimpin di kota Ionia, juga Hellespontus, Yunani, adalah
contoh penguasa yang mengandalkan nasib mujur. Mereka menjadi penguasa karena
dipilih dan diangkat oleh Darius, raja Persia yang telah menundukkan
daerah-daerah tersebut. Mereka sebenarnya hanya menjadi penguasa boneka, karena
tujuan Darius mengangkat mereka adalah demi keamanan dan kemuliaannya sendiri.
Hal yang sama akan terjadi pada para penguasa yang memperoleh kedudukannya
dengan menyuap angkatan bersenjata. Mereka tidak sanggup berkutik menghadapi
para petinggi militer. Penguasa yang hanya mengandalkan nasib mujur,
kekuasaannya sangat rapuh. Mereka cepat sampai di puncak kekuasaan, namun
secepat itu pula akan kehilangan. Kekuasaan mereka ibarat pohon yang akarnya
belum berkembang baik. Sekali topan datang, akan akan tercabut dan tumbanglah
pohon itu. Ingatlah, hanya orang-orang dengan bakat besar yang dapat
mempertahankan kekuasaan yang diperolehnya lewat nasib mujur. Romulus, Cyrus
dan Theseus, penguasa yang mengandalkan kemampuannya sendiri. Selama mereka
berkuasa, negaranya menjadi makmur dan terkenal. Untuk menjadi raja Roma,
Romulus harus meninggalkan Alba dan waktu bayi dibuang ke hutan bersama saudara
kembarnya Remus. Menurut dongeng, mereka kemudian dibesarkan oleh seekor serigala. Baru setelah ia membangun Kota Roma, dan menghimpun pasukan untuk
mengamankannya. Cyrus bersusah payah mengobarkan pemberontakan rakyat Persia,
yang telah lemah dan tidak berdaya akibat masa damai yang berlangsung lama
sekali, untuk melawan kerajaan Medes. Baru setelah itu ia menjadi raja. Theseus
harus menghadapi perang yang panjang dan memelahkan untuk menyatukan Athena,
dan kemudian menjadi raja di sana. Rahasia sukses Romulus, Cyrus dan Theseus
terletak pada kemampuan meraka memadukan kekuatan senjata dengan nasib mujur.
Bagi mereka nasib mujur adalah kemampuan memanfatkan peluang. Sebesar apa pun
peluang yang datang, bila tidak diperjuangkan akan sia-sia. Sebaliknya,
perjuangan dengan bekal persenjatan paling kuat sekalipun, akan cepat padam
bila tidak didahului oleh peluang. Kemujuran dan kemampuan senjata sama
bergunanya bagi seorang calon penguasa. Keduanya dapat meredakan kesuitan yang
mugkin timbul saat baru menjadi penguasa. Yang membedakan adalah ketika mereka
ingin mempertahankan kekuasaan itu. Penguasa yang semakin tidak mengandalkan
nasib mujur akan semakin kuat kedudukannya. Penguasa yang mengandalkan kekuatan
senjata dan kemampuannya sendiri, memang susah payah memperoleh kekuasaan,
namun akan mudah untuk mempertahankannya. Itulah yang terjadi di Roma pada masa
pemerintahan Romulus. Keadaannya aman tentram dan rakyatnya makmur. Begitu pula
Athena di masa Thesaus, dan Persia ketika dipimpin Cyrus.
Seseorang bisa
juga menjadi penguasa karena mendapat dukungan dari rakyat. Cara ini biasa
berlangsung di negara Republik, dan diatur oleh undang-undang, sehingga disebut
kekuasaan konstitusional. Kesuksesan cara ini bukan terletak pada kedudukan atau
pun nasib mujur seseorang, tetapi sepenuhnya tergantung pada kelihainnya
menggalang dukungan masyarakat. Kedudukan dan kepentingan bangsawan dan rakyat berbeda, mereka umumnya
sulit bersatu dan cenderung selalu terlibat konflik. Oleh sebab itulah, sebelum
mencari dukungan seorang calon penguasa harus mengetahui sevara peris karakter
kedua golongan tersebut. Ketika merasa tidak dapat melawan rakyat yang
jumlahnya banyak, para bangsawan akam memilih salah satu dari mereka untuk
menjadiopeguasa. Hal yang sama akan
dilakukan rakyat, bila mereka merasa ditindas oleh para bangsawan.
Masing-masing golongan itu mempunyai peluang untuk menang, dan menjadi
penguasa. Siapa yang akan menang, tergantung pada golongan mana yang paling
mahir menggunakan kesempatan. Namun yang jelas, para calon penguasa harus
memperhitungkan dengan seksama resiko yang harus ditanggung, bila membela
kepentingan salah satu golongan. Raja Nabis dan Sparta berhasil menahan
gempuran bertubi-tubi daru tentara Yunani dan Romawi yang terkenal gagah
perkasa. Raja Nabis beruntung karena ia dicintai dan didukung sepenuh hati oleh
rakyatnya. Bila terjadi kekacauan di dala negeri, ia tinggal menindak beberapa
orang bawhannya dan keadaan pun menjadi tenang kembali. Bahaya terbesar bagi
penguasa yang mendapat dukungan penuh dari rakyatnya adalah bila kekuasaan yang
terbatas mulai mereka gunakan secara mutlak. Sebaliknya, penguasa yang memilih
dekat dengan bangsawan harus siap dengan berbagai kesulitan. Sebab, para
bangsawan akan selalu merasa sederajat dengan penguasa yang didukungnya. Mereka
mempunyai kesempatan lebih besar untuk bertindak licik daripada rakyat, karena
memiliki harta dan kekuasaan sendiri. Oleh sebab itu, penguasa harus senantiasa cermat terhadap tindak-tanduk para bangsawan bawahannya. Mereka umumnya ada
yang bersikap menggantungkan diri atau sebaliknya sama sekali mandiri. Terhadap
yang tergantung, asal mereka tidak tamak, penguasa sebaiknya menghormatinya.
Terhadap bawahan yang bersikap mandiri, penguasa harus memberi perhatian khusus
dan mengetahui alasan sikap mereka. Penguasa yang terus menerus menggunakan
kekerasan akan menerima nasib naas, dikecam dan dibenci rakyatnya. Walaupun
tidak terjadi gejolak yang besar, namun tekanan penderitaan yag diterima rakyat
berlangsung setiap hari, terus berkembang dan makin lama makin jelas. Rakyat
yang sudah tidak dapat menahan beban penderitaan akan menggalang kekuatan untuk
menggulingan penguasanya. Penguasa yang tangguh tahu kapan ia harus menggunakan
kekerasan. Ia mampu mengukur dengan tepat penderitaan yang ditanggung
rakyatnya. Ia tidak akan bertindak kejam, di saat rakyat sedang dilanda kesuitan
besar. Sebab, ia tahu sekali saja ia melakukannya, segala kebaikannya di masa
silam akan silupakan dan rakyat tidak akan hormat lagi.
Mempertahankan
Kekuasaan
Dasar kekuatan
negara adalah hukum yang berwibawa dan angkatan bersenjata yang kuat. Idealnya,
kedua unsur tersebut ada di sebuah negara. Tapi bila situasi belum memadai, seperti
di negara-negara yang baru berdiri, unsur manakah yang lebih dahulu harus
dibangun oleh penguasa ?. Sebaiknya penguasa lebih dahulu membangun angkatan
bersenjatanya. Jalan ini harus diambil karena hukum tidak akan dipatuhi, bila
tidak didukung oleh kekuatan militer. Bila di sebuah negara terdapat tentara
yang kuat, bisa dipastikan hukum yang ada akan berjalan baik. Hal inilah yang
terjadi di Kerajaan Roma dan Sparta. Kedua kerajaan itu dapat bertahan lama
karena memiliki tentara yang tangguh. Ketangguhan itu berakar dari disiplin
yang tinggi, yang kemudian berbuah pula pada hukum dan tata cara pelaksanaannya
di kedua negara tersebut. Negara yang kuat bisa diukur dari kemandiriannya pada
saat menghadapi berbagai ancaman yang datang dan menyelesaikan situasi kritis.
Bentuk-bentuk ancaman bisa berupa serangan musuh dari luar atau persekongkolan
dari dalam yang ingin menggulingkan kekuasaan. Makin kecil bantuan dari pihak-pihak
lain untuk menyelesaikan sistuasi krisis tersebut, makin mandiri negara
tersebut. Untuk mencapai negara yang mandiri, sebuah negara harus memenuhi salah
satu syarat berikut, memiliki angkatan bersenjata sendiri yang kuat atau
mempunyai harta kekayaan yang besar untuk menghimpun pasukan bayaran. Kesalahan
terbesar yang dilakukan oleh Louis XII, pasukan infantri Prancis yang tangguh
itu akhirnya dibubarkan Oleh Louis XII, putra Charles VIII. Louis XII
menggantikan pasukannya dengan pasukan berkuda bayaran dari Swiss yang terkenal
handal. Semangat pasukan Prancis langsung ambruk, karena harus berperang bersama
pasukan asing.Tak lama kemudiam Prancis berhasildiusir oleh Julius II dari
wilayah Italia. Dibanding pasukan bayaran, pasukan bantuan justru lebih
berbahaya. Mereka sangat potensial untuk merebut kekuasaan. Penguasa yang ingin
menggunakan pasukan sebaiknya menuruti nasihat berikut. Bila pasukan bantuan
kalah berarti Anda juga menanggung kekalahan. Tapi bila mereka menang, Anda
tidak bisa berlega hati, karena mereka justru bisa mengancam kedudukan Anda.
Penguasa yang melalaikan seni perang dan tidak mengenali daerah kekuasaannya
dengan baik akan hancur.
Untuk
mengamankan kedudukannya, tentara Roma membangun benteng pertahanan disetiap
daerah kekuasaannya. Di wilayah-wilayah yang diperkirakan bakal sering
bergolak, mereka menempatkan panglima perang untuk memerintah disana. Cara ini
sangat efektif karena mereka dapat mengetahui perubahan keadaan di daerah
tersebut secara cepat dan tepat. Bibit-bibit persoalan yang muncul akan dapat
segera diatasi.
Penguasa yang
tangguh akan menunjuk orang lain untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang
berdampak kurang baik bagi rakyat maupun bawahannya, dan melakukan sendiri
tindakan yang mendatangkan pujian. Bila
para Raja Prancis harus menghadapi ambisi para bangsawan dan rakyat, maka para
Kaisar Roma harus menghadapi kekejaman dan kerakusan tentara. Bila hal tersebut
yang terjadi, maka penguasa sebaiknya memperhatikan tunutan pihak militer,
seperti yang dilakukan oleh Severius (berkuasa 222-235). Kaisar Severius adalah
seorang yang gagah berani dan sukses memerintah Roma sampai akhir hayatnya. Hal
tersebut terjadi karena ia menjaga hubungan baik dengan kelompok yang paling
berpengaruh, yaitu militer. Rakyatnya yang tertindas dan lemah takut untuk
melawannya
Penguasa akan
dijunjung tinggi, bila selalu bertindak tidak tanggung-tanggung, menjadi
sahabat sejati atau sekalian musuh bebuyutan.
Itulah yang dialami oleh Ferdinand dari Aragon, Raja Spanyol. Ferdinand
secara berturut-turut menyerbu dan menguasai Granada, sebagian wilayah Afrika
dan Italia Selatan. Ia tersohor karena mampu meletakkan dasar-dasar kekuatan
militer negaranya. Hal yang juga penting untuk diperhatikan penguasa adalah saat
memilih pare menteri mereka. Penguasa akan dipandang bijaksana, bila para
menterinya cakap dan setia. Tetapi bila sebaliknya yang terjadi, maka penguasa
akan dikecam dan dicemooh. Penguasa yang baik sanggup membedakan mana
kebijaksanaan dan mana nasihat palsu, dan yang terpenting ia akan mengambil
keputusan sendiri. Ia akan membiarkan orang salah mengira, bahwa pelaksanaan
keputusannya yang bijak adalah berkat nasihat orang-orang terdekatnya. Padahal,
sebenarnya sebaik apa pun nasihat itu dan dari mana pun datangnya, akan
dilaksanakan tergantung pada keputusannya.
Demikianlah postingan untuk saat ini, semoga bermanfaat.